Thursday 25 December 2025 - 11:08
Pelajaran dari Al-Qur'an | Peringatan Tegas Al-Qur’an terhadap Perusak Harmoni Sosial

Hawzah/ Al-Qur’an dalam Surah Al-Hujurat ayat 12 menyingkap ghibah sebagai salah satu perusak sosial paling berbahaya, dengan perumpamaan yang sangat mengguncang hati: memakan daging saudara sendiri yang telah meninggal dunia. Perilaku tercela ini tidak muncul secara tiba-tiba. Ia bermula dari prasangka buruk, kemudian berkembang menjadi mencari-cari kesalahan (tajassus), dan akhirnya bermuara pada ghibah. Al-Qur’an secara tegas menyatakan bahwa ghibah bukan sekadar dosa individual, melainkan kejahatan sosial yang merusak hubungan antarmanusia, menghancurkan kepercayaan, dan dalam skala yang lebih luas, mengoyak persatuan masyarakat serta menjerumuskannya ke dalam jurang perpecahan.

Berita Hawzah - Selama bulan suci Ramadhan, ikutilah serial kajian dari "Ayat-Ayat Pedoman Hidup", yang merupakan kumpulan ayat Al-Qur'an al-Karim beserta tafsir singkat dan aplikatif yang menjadi pedoman hidup dan kunci kebahagiaan. Mari kita sinari hari-hari di bulan Ramadhan dengan Kalam Ilahi.

Hujjatul Islam wal Muslimin Abbas Ashja‘ Isfahani:

{یَا أَیُّهَا الَّذِینَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا کَثِیرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا یَغْتَبْ بَعْضُکُمْ بَعْضًا أَیُحِبُّ أَحَدُکُمْ أَنْ یَأْکُلَ لَحْمَ أَخِیهِ مَیْتًا فَکَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِیمٌ}

"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat: 12)

1. Ghibah dan Dampak Buruknya

Bismillahirrahmanirrahim. Ayat ke-12 dari Surah Al-Hujurat membahas tentang ghibah, yang termasuk salah satu dosa paling keji, buruk, dan merusak.

Filosofi utama diharamkannya ghibah adalah karena ia merusak hubungan antarmanusia dan menghancurkan kepercayaan sosial.

Ayat ini dengan sangat jelas menggambarkan karakter dan hakikat ghibah sebagai sebuah penyakit akhlak yang berbahaya.

Allah Swt berfirman: «....یا أیها الذین آمنوا», "Hai orang-orang yang beriman". Perlu diperhatikan bahwa seruan-seruan Al-Qur’an pada dasarnya bertumpu pada iman manusia. Artinya, konsekuensi dari iman adalah ketaatan dan komitmen terhadap perintah-perintah Ilahi.

Selanjutnya ayat tersebut menyatakan: «اجتنبوا کثیراً من الظن», "jauhilah kebanyakan dari prasangka". Perlu dicermati bahwa sebagian prasangka, dalam kondisi tertentu—seperti urusan keamanan dan situasi khusus—mungkin diperlukan. Namun kebanyakan prasangka justru harus dihindari.

Allah Swt secara langsung berfirman bahwa sebagian dari prasangka-prasangka ini adalah dosa: «إن بعض الظن إثم» ,"sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa". Artinya, bahkan prasangka yang hanya terbentuk di dalam hati dan pikiran pun dapat bernilai dosa, dan seorang mukmin dituntut untuk menjaga dirinya dari hal tersebut.

2. Harapan Taubat dan Kembalinya Pelaku Ghibah ke Hadapan Ilahi

Dalam kelanjutan ayat disebutkan: «ولا تجسسوا», "Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain...". Ketika seseorang memiliki prasangka buruk (su'udzan) terhadap orang lain, hal ini seringkali mengakibatkan tajassus (mencari-cari kesalahan); yaitu, orang tersebut berusaha membuktikan prasangkanya dan mulai menyelidiki kehidupan pribadi orang lain. Tajassus ini sendiri merupakan dosa tambahan. Jika manusia tidak menghentikan prasangka buruk ini, siklus cacat ini akan berlanjut dan mengakibatkan ghibah. Allah Swt dengan tegas berfirman: «ولا یغتب بعضکم بعضاً», "dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain... ."

Kemudian Allah Swt memberikan perumpamaan yang sangat jelas dan mengguncang, yang membuat setiap manusia, dengan membayangkannya dalam pikiran, merasa jijik terhadap perbuatan ghibah: «أیحب أحدکم أن یأکل لحم أخیه میتاً», "Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?"

Perbuatan ini begitu buruk dan dibenci sehingga tidak ada seorang pun yang bersedia melakukannya.

Allah Swt berfirman:«فَكَرِهۡتُمُوهُ», "Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya." Sebagaimana kamu merasa jijik memakan daging saudaramu yang telah meninggal, maka kamu seharusnya merasa jijik terhadap perbuatan ghibah. Karena dalam ghibah, kamu sesungguhnya menghancurkan kepribadian saudaramu sesama mukmin, mengganggu hubungannya dengan orang lain, dan dalam skala sosial, ghibah menyebabkan perpecahan dan merusak hubungan sosialnya.

Di akhir ayat, Allah Swt memerintahkan untuk menjaga ketakwaan: «واتقوا الله» "Dan bertakwalah kepada Allah...". Takwa ini sangat penting untuk menghindari ghibah. Kemudian Allah Swt berfirman: «إن الله تواب رحیم» "Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."

Bagian akhir ayat ini menunjukkan bahwa jika seseorang telah terjatuh dalam dosa ghibah, ia dapat kembali kepada Allah Swt dengan taubat yang sejati dan menerima ampunan Ilahi, karena Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Semoga kita semua berhasil menghindari ghibah, dan jika pernah melakukannya, berhasil melakukan tobat yang sejati.

Tags

Your Comment

You are replying to: .
captcha